Monday, February 3, 2014

Yoga is Science of Mind

Ketika menyebut kata Yoga tentu yang pertama terlintas dibenak kita adalah sesuatu yang berhubungan dengan gerakan fisik, kadangkala dikaitkan sebagai olahraga yang santai menyadari gerak badan, pernafasan, rileksasi guna mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani. Ini sesungguhnya bagian dari yoga atau Hatha yoga (the physical yoga). Namun sebenarnya, yoga adalah science tentang pikiran. Sebagaimana yang disebutkan dalam Yogasutra Patanjali " yogas citta vrtti nirodhah". Yang artinya "Yoga adalah pengekangan atau mengontrol dan memodifikasi pikiran " Sutra di atas memiliki makna yang mendalam bahwa arti kata yoga adalah menyatunya jndividual cosmos (Sang diri ) dengan universal cosmos (Maha Agung). Inilah tujuan dari yoga, untuk mencapai tujuan tersebut tidak semudah seperti teori yang dipaparkan, namun memerlukan praktek melalui proses disiplin dan keteguhan hati dalam menjalaninya, tanpa hal tersebut, apapun tujuan kita sulit untuk dicapai secara maksimal, maka disiplin adalah kunci dari setiap kesuksesan. Kemudian dalam sutra di atas terdapat kata Citta yang berarti “pikiran”. Pikiran apa yang dimaksud? Menurut Sri Swami Satchidananada Citta adalah manisfestasi pikiran. Oleh karena itu pikiran memiliki beberapa bagian, di antaranya pikiran yang paling dasar atau ego yaitu keinginan akan makan, minum dan seks seperti halnya yang dimiliki oleh binatang, kemudian pada level di atas pikiran dasar adalah Manas yang juga berarti pikiran, namun pada level ini kondisi pikiran yang tidak jernih ibaratkan baju putih yang selalu digunakan namun tidak pernah dicuci sehingga dalam dalam level ini memunculkan pikiran yang kacau dan beribu-ribu keinginan yang tidak terarah ataupun seperti seekor tupai yang selalu loncat kesana-kemari dan terakhir adalah Budhi atau intelek merupakan pikiran yang jernih dan penuh kebijaksanaan pada tingkat bhudi segala sesuatu yang terjadi baik positif maupun negative dijadikan sebagai Guru kehidupan, bhudi/intelek mampu menangkap pesan-pesan kebijaksanan dalam setiap kejadian dan setiap pengalamannya.oleh karena itu pikiran dasar, manas dan bhudi adalah Citta atau manisfetasi dari pikiran. Maka tidak asing bahwa setiap waktu kondisi pikiran kita selalu berubah-ubah berada pada level tertentu, maka inilah yang perlu disadari setiap saat kita berada pada level yang mana apakah pada ego, Manas ataupun budhi, citta dapat dianalogikan seperti sebuah buku puisi, dalam buku puisi ada tiga unsur didalamnya yaitu kertas, tulisan dan makna yang tersirat ketiganya merupakan unsur yang membentuk sebuah buku puisi, kertas ibaratkan ego yaitu hanya sebagai material dari sebuah buku kemudian tulisan ibaratkan manas yang hanya dapat dibaca tanpa mengetahui maksud dari tulisan tersebut kemudian makna yang tersirat ibaratkan bhudi yang mengetahui apa isi dan eseinsi dari sebuah puisi tersebut, Bhudi adalah level tertinggi dari citta sehingga pada level bhudi atau intelek akan mampu memahami setiap esensi yang terkadung dalam setiap pengetahuan barangkali atas dasar tersebut para Maharsi menganjurkan agar tidak setiap kalangan masyarakat untuk membaca kitab suci Weda karena dikawatirkan tidak mampu menangkap esensi dari kita suci, karena membaca kitab suci membutuhkan intelek atau bhudi sehingga dalam tradisi Hindu lahir pula konsep catur warna sebagai perhagaan atas profesi yang digelutinya berdasarkan kemampuan dan tugas masing-masing, coba kita bayangkan kitab suci yang maknanya sangat dalam dan lembut jika dibaca oleh orang pada level ego atau manas apa yang terjadi? Hasil bacaannya pun berbeda akan menterjemahkan secara dangkal dan sempit serta melenceng dari makna yang sesungguhnya, tentu ini akan meninbulkan masalah dalam kehidupan sosial, yang seharusnya kitab suci sebagai penuntun menuju kedamain malahan menjadi pemecah bersaudaraan universal. Dengan demikian kempampuan intelaklah yang mampu menangkap pesan cinta dalam kitab suci, Selain itu dalam Sutra di atas disebutkan pula pengekangan dan modifikasi pikiran itu artinya bahwa pikiran-pikiran yang rendah harus dikendalikan atau dikontrol dan disadari serta memodifikasi ke tingkat yang lebih tinggi apa yang terjadi ketika kita mampu mengontrol pikiran maka setiap tindakan yang dilakukan berdasarkan wiweka yaitu menyadari tindakan yang baik dan buruk. Dengan mengontrol pikiran yang lebih rendah serta selalu berusaha mempertahankan pada kondisi pikiran yang jernih akan memudahkan untuk mencapai tujuan dari yoga. Ketika kata pengekangan dan modifikasi pikiran maka ada subyek yang berperan terhadap hal tersebut. Siapakah dia ? Ia adalah kesadaran atman ini artinya bahwa jiwa dalam diri seseorang telah bangkit sehingga pikiran (Citta) tidak lagi menguasai jiwatman, kesadaran atmanlah yang menjadi pengendali pikiran, sehingga yoga adalah tidak terpengaruh oleh pikiran, terbebas oleh pikiran, yoga adalah mampu mengekang pikiran melainkan bukan pikiran yang mengekang dan mengedalikan sang diri, biasanya tanpa sadari kita dikendalikan oleh pikiran misalnya ketika penderitaan datang menghampiri, kita larut dalam kesedihan, kita tidak pernah merenungkan sejenak mengapa penderitaan itu menimpa kita, dari mana sumber penderitaan tersebut? ketika disadari bahwa penderitaan yang kita hadapi ternyata bukan tanpa sebab, sesungguhnya penyebab dari penderitaaan itu karena ulah kita sendiri, sama halnya saat remaja menjalin cinta sewaktu-waktu mereka bersedih dan sakit hati karena sebulumnya telah memetik kebahagian dari hubungannya. Jadi tanpa menyadari setiap gerak-gerak pikiran maka pikiranlah yang menjadi pengusa sedangkan yoga adalah terbebas dari bayang-bayang pikiran sehingga menyatunya sang Atman dengan Paraatman. (Wayan Wyasa)