Showing posts with label Spiritual. Show all posts
Showing posts with label Spiritual. Show all posts

Monday, August 12, 2013

Mencari Kedamain Dalam Diri

 

Oleh : I Wayan Wyasa

Manusia sebagai salah satu bentuk ciptaan Tuhan yang sempurna karena memiliki suatu kelebihan berupa kemampuan untuk berfikir. Kemampuan berfikir pada manusia menjadikannya sebagai mahluk paling utama dan mulia. Hal demikian telah ditegaskan dalam Saramuscaya akan tetapi, kesempurnaan yang dimilikinya terkadang sering kali disalahgunakan sehingga bertolak belakang dari moral dan etika.

Tentu kita telah mengetahui bersama baik di media cetak maupun elektrotik tanpa hari terjadinya penyimpangan-penyimpangan secara moral, etika, dan kekerasan yang kerap terjadi di mana-mana. Melihat hal itu membuat kita prihatin terhadap degradasi yang terjadi saat ini. Bahkan kalau kita lihat juga setiap haripun di media elektronik begitu gencarnya siaran keagaman, siraman-siraman rohani yang ditayangkan di TV tetapi, kenyataannya semua itu tidak berpengaruh besar terhadap perubahan sikap dan prilaku bahkan cendrung menjadikan ekstrem dan ego. Dimanakah letak kelemahannya? Ajaran agama sebagai penuntun setiap langkah manusia mewujudkan tujuan hidupnya agar senantiasa tetap berpijak pada kebenaran. Oleh karena itu agama bukan hanya teori tetapi juga praktik kehidupan, seperti membayangkan suatu tempat yang indah tanpa pernah melihatnya maka tidak akan merasakan keindahan itu secara langsung. kedamain dan kebahagian akan hadir ditengah-tengah kita jika mampu memorsikan diri bahwa semua ciptaan-Nya adalah sama tanpa membedakan ras suku dan agama sebagaimana yang tersirat dalam pustaka suci Hindu “Tat Twan Asi “ Dia sama dengan kamu, sesungguhnya di dunia ini semua adalah saudara meskipun secara jasmaniah berbeda, janganlah hal itu dijadikan batu sandungan, semua perbedaan yang ada merupakan hiasan dunia ibarat dalam suatu taman kalau hanya ada satu jenis tanaman bunga maka taman itu tidak akan indah dipandang, jadi perbedaan itu adalah warna-warni kehidupan .

Tentunya kita sebagai bangsa Indonesia merasa bangga akan kemajemukan yang telah dimilikinya, untuk menjaganya adalah tugas bersama untuk bersatu padu dan mengendalikan diri serta mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha yaitu dengan berfikir, berkata dan berbuat yang baik antar sesama konsep universal ini merasuk disetiap diri manusia oleh karena itu harus dimulai dari diri sendiri untuk mewujudkannya. Konsep ini juga ditegaskan dalam Sarasamuscaya sloka 79 yang paling utama di kuasai adalah ”pikiran ” karena pikiranlah yang menggerakan perbuatan baik dan buruk , pikiran itu liar tidak menentu arahnya banyak cita-cita namun banyak pula keragu-raguan, jika pikiran dikuasai maka akan mencapai kebahagiaan oleh sebab itu, pikiran diibaratkan sebidang sawah apabila sawah tidak pernah dibersihkan maka akan ditumbuhi oleh rerumputan, jika masih dibiarkan semak belukar dan berbagai macam tanaman lainnya tumbuh didalamnya bahkan akan menjadi hutan rimba yang dihuni oleh binatang- binatang buas. Jadi intinya adalah jika dibiarkan pikiran-pikiran kotor terus menumpuk dalam diri kita maka akan sangat sulit dibersihkan.

Hindu sesungguhnya memiliki semua itu untuk mengatasinya, salah satunya adalah dengan mempraktekan Yoga. Dalam Manawa Dharmasastra II.100 diyatakan bahwa kalau sepuluh indriya dan juga pikiran dapat terkendali dengan baik maka ia akan dapat memperoleh semua apa yang dicita-citakan tanpa memberatkan badannya dengan cara melakukan Yoga. Dalam yoga diajarkan cara mengontrol indriya dan melihat ke dalam diri. Semakin sering seseorang mempraktekan yoga yang dijadikan bagian dari kebutuhan hidupnya maka akan mampu melihat ke dalam, dan ketenangan batinnya akan diproleh serta tidak akan terpengaruh terhadap hal-hal yang bersifat negative . Kalau kita cermati lebih dalam, kebahagiaan manusia pada hakekatnya bersemayam dalam dirinya tetapi seringkali manusia tidak menyadari hal tersebut sehingga mereka mencari kebahagiaan di luar diri mereka. Hal inilah yang harus disadari dalam yoga, sehingga ego akan terkikis dengan sendirinya kita akan menemukan kebahágiaan sejati dalam hidup. Maka hubungan antar manusia pun akan terjalin lebih harmonis.

Brata Siwaratri Sebagai Momentum Mengenali Diri



Brata Siwaratri Sebagai Momentum Mengenali Diri
Oleh: Wayan Wyasa
Brata Siwaratri mengandung makna mendalam sebagai bahan renungan diri dan.sebagai praktek religius tentu tidak cukup  hanya diwacanakan, melainkan perlu menyelami dan mempraktekannya. Tanpa hal itu kita tidak akan menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Seperti pemain bola tidak cukup hanya mengetahui teori bagaimana teknik bermain bola melainkan perlu memainkannya di lapangan. Siwaratriberasal dari bahasa sansekerta,terdiri dari urat kata siwa dan ratri. Siwa artinya baik hati, suka memaafkan, memberikan harapan dan membahagiakan. Ratri artinya malam  atau kegelapan. jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur kegelapan hati menuju jalan yang terang.
 Hakekat  perayaan Siwaratri adalah untuk menyadari akan keberadaan sang diri yang sejati, sebagai wahana mawas diri agar senantiasa waspada dalam menjalani lika-liku kehidupan. Oleh karena itu sungguh disayang jika perayaan ini dilewatkan begitu saja. Siwaratriyang dirayakan setiap tahun, tepatnya pada purwaning tilem kepitu merupakan hari suci yang dirayakan oleh umat Hindu seluruh Indonesia begitupun juga di India.
            Acuan perayaan Siwaratri terdapat pada naskah-naskah suci berbahasa Sanskerta di India yaitu: Sivapurana, Garudapurana, Skandapurana, dan Padmapurana.Pada Padmapurana menguraikan tentang keagungan Brata Siwaratri yaitu brata yang paling utama diantara semua brata, bagaikan Meru diantara pegunungan, bagaikan matahari diantara semua yang menyala, bagaikan pertapa diantara mahluk mahluk yang berkaki dua, bagaikan Kapila diantara mahluk mahluk yang berkaki empat, bagaikan Gayatri diantara semua Mantram, bagaikan amreta diantara yang cair, bagaikan Wisnu dari semua pria, bagaikan Arundatai diantara para wanita(padma purana 239.7-9a). Sedangkan di Indonesia Siwaratri ditulis dalam lontar berbahasa Jawa kuno seperti Siwaratrikalpa karangan Mpu Tanakung yang menceritakan kisah seorang pemburu  bernama Ludhaka  mendapatkan anugrah dari Dewa Siwa  sehingga mencapai Siwaloka (Sorga).Berkenaan dengan perayaan Siwaratriada tiga brata yang dapat dilaksanakan yaitu monobrata (tidak bicara selama 12 jam), upawasa (berpuasa selama 24 jam), jagra (melek atau tidak tidur selama 36 jam), mulai pukul 06.00 pangglong ping 1 sampai pukul 18.00 tilem sasih kapitu.
Melaksanakan monobrataberarti  tidak berbicara, banyak pula umat Hindu memaknai dengan penafsiran yang berbeda-beda, ada yang melakukan monobrata  memaknai bahwa betapa sulitnya menjadi orang yang tuna wicara (bisu) mereka tidak bisa mengepresikan dirinya layaknya seperti orang normal, ketika memaknai seperti hal tersebut, maka akan menimbulkan rasa syukur atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, bahwa dirinya masih dikaruniai panca indra yang sempurna. Selanjutnya ada pula yang memaknai monobrata adalah bentuk pengendalian kata-kata secara eksternal karena menurut para guru suci mengucapkan kata-kata yang tidak penting hanya membuang-buang energi, bukan berarti kita memutuskan untuk tidak berbicara tetapi berbicaralah bila hal itu penting untuk diwacanakan. lebih baik energi yang tersia-siakan dialihkan untuk menyadari keagungan Tuhan.
Jika dicermati lebih dalam esensi dari monobrata tidak hanya sekedar mendiamkan ucapan secara eksternal tetapi mengalirkan kata-kata secara internal. Apa itu kata-kata secara eksternal dan internal? Kata-kata eksternal yaitu menyangkut ucapan sedangkan kata-kata internal menyangkut pikiran. ketika melaksanakan monobrata ucapan dapat dikendalikan tetapi pikiran masih tetap berkata-kata dalam hati, membicarakan hal-hal yang sia-sia bahkan sampai ribuan kali, sehingga pikiran  ibaratkan burung yang hanya berkicau di dalam sangkarnya namun tidak dapat mengekpresikannya di alam bebas. Maka dari itu monobrata adalah melatih diri untuk melakukan meditasi (dhyana) yaitu mendiamkan ucapan dan mengalirkan gerak pikiran menuju kesadaran Tuhan dalam manisfestasi Sang Hyang Siwa.
Selanjutnya upawasa(puasa) idealnya sering diartikan hanya menahan lapar dan haus. Apakah hanya itu saja? Sebagian umat yang melakukan puasa memaknai sebagai wujud cinta kasih kepada semua mahluk terutama manusia, karena dengan berpuasa apabila dilakoni dengan tulus maka kita diajak untuk merasakan penderitaan orang lain bahwa dirinya dilahirkan adalah orang yang lebih beruntung dari mereka yang membutuhkan uluran tangan. Seseorang akan ikut merasakan bagaimana orang yang menderita kekelaparan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sana akan muncul perasaan untuk menolong orang yang sedang kesusahan. Maka  dari itu untuk menterjemahkan ayat suci Vasudaiwa khutumbhakam (semua adalah saudara) dalam kehidupan sehari-hari dapat terealisasikan.
Selain itu dilihat dari ilmu kedokteran puasa dapat menyehatkan tubuh, karena dengan berpuasa sistem percernaan dalam tubuh tidak bekerja seperti biasa sehingga mengalami rileksasi, seperti mesin apabila tidak pernah diberikan jeda dalam mengelola bahan baku, maka kemungkinan besar akan lebih cepat mengalami kerusakan begitu juga sistem percernaan dalam tubuh. Puasa semestinya dilakukan 24 jam bukan setengah hari, karena ilmiahnya proses makanan yang diolah dari lampung menuju usus kurang lebih 18 jam untuk bisa disuplai keseluruh tubuh dan sisanya dikeluarkan berupa kotoran. Ketika puasa dilakukan sehari penuh maka sistem percernaan mengalami peristirahatan dan pemurnian kembali, inilah alasan mengapa umat Hindu melakukan puasa 24 jam. Selain itu menurut Sri Anandamurti mengatakan ketika orang sering melakukan puasa juga bermanfaat untuk kesehatan mental dan emosi, bahkan dianjurkan menjelang bulan purnama dan bulan mati (tilem) yaitu pada saat ekadasi (hari ke- 11 menjelang Bulan purnama dan tilem), karena saat itu daya gravitasi bulan dapat berpengaruh negatif terhadap mental dan emosi, hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wicca Spirituality di Britania bahwa  puncak kekacauan pikiran terjadi pada saat bulan purnama dan bulan mati. Data yang ditemukan saat itu tingkat kejahatan meningkat mencapai 14 % ,rumah sakit dipenuhi pasien-pasien yang rata-rata penyakitnya disebabkan oleh pengaruh pikiran, kemudian data  kepolisian mencatat tingkat kecelakaan meningkat, hasrat seksual pemuncak dan banyak terjadi kasus pemerkosaan. Mengapa bisa demikian? Sebab saat bulan purnama dan bulan mati air laut mengalami pasang surut, maka unsur air dalam tubuh manusia ikut meningkat karena tubuh manusia terdiri dari 70 % unsur air, maka dengan puasa akan mampu mengatasi ketegangan fisik, mental dan emosi seperti juga di katakan oleh Prof. I Ketut Widnya dalam sesi dharma tula “ketika lidah dapat dikendalikan maka perut dan alat kelamin pun dapat dikendalikan karena posisi ketiganya sejajar” oleh karena itu betapa pentingnya melakukan puasa untuk mendapatkan ketenangan lahir bhatin.
Selanjutnya yaitu Jagra yang diartikan melek atau tidak tidur selama 36 jam, tentu hal ini dirasakan  sangat sulit untuk dilakukan apalagi cara berfikir sebagian orang masa kini lebih mengedepankan pendekatan ilmiah  dari pada pengetahuan intuitif. Maka pertanyaan pun muncul bukankah begadang yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan? Barangkali fakar kesehatan menjawab ia. lain halnya dengan pencari kebenaran sejati maka jagraadalah bentuk pengorbanan diri kepada Tuhan (tapa), mereka rela menahan rasa ngantuk sebagai  curahan bhaktinya kepada Sang Hyang Siwa yang telah memberikan segalanya kepada dunia untuk dinikmati oleh ciptaan_Nya. Mereka merasa bahwa cinta kasih Tuhan tidak dapat dibayar dengan harta yang berlimpah sekalipun. Karena harta maupun kekayaan yang didapatkan  berasal dari Tuhan, maka dari itu dengan melakukan jagramerupakan salah satu jalan untuk meraih kasih-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam Siwapurana kisah seorang pemburu kijang yang sangat kejam bernama Rurudruha tanpa sengaja melakukan brata saat Siwaratri mendapatkan berkat dari Dewa Siwa, Beliau menghapuskan segala pikiran jahat dalam pikirannya.  Oleh karena itu pada saat siwaratri adalah moment yang tepat untuk mendapatkan berkat-Nya, sehingga orang yang terberkati oleh Tuhan akan selalu bertindak berdasarkan wiweka dan menuruti hati nuraninya.